Download Film, MP3, Sofware, Ebook, Gratis, Cerita Lucu,/h1>

SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA INI. BLOG INI TEMPAT CURHAT YANG KREATIF, IMAJINATIF, SEKALIGUS INOVATIF. FUNGSINYA BISA MACAM-MACAM. TERUTAMA SEKALI ADALAH SEBAGAI MEDIA UNTUK BELAJAR. BELAJAR MENULIS, BELAJAR UNTUK PEKA. PEKA PADA DIRI DAN SEKITAR KITA. PUNYA KRITIK DAN SARAN, SILAKAN KIRIM VIA EMAIL KE: banggaheriyanto@gmail.com

Wednesday 16 April 2014

Aroma Tebu di Mana-mana

Sekian waktu berlalu, ada satu hal yang tak banyak berubah di lingkungan ponpes Tebuireng, yaitu selalu tercium aroma gula atau tebu di setiap waktu. Aroma bakal bertambah pekat di pagi dan sore hari.

Terciumnya aroma gula atau tebu itu bisa dimaklumi karena memang dekat ponpes Tebuireng, 200 meter ke arah timur, ada pabrik gula yang dalam ejaan lama ditulis “Tjoekir”. Baiklah, kita merujuk pada ejaan baru saja ya: Cukir.

Juga, persis di depan ponpes legendaris ini ada sungai kecil. Pada waktu-waktu tertentu airnya mengeluarkan asap seperti air hangat. Warna airnya bening pekat, mirip air gula pemanis es kelapa muda. Barangkali, air itulah sumber aroma gula yang merupakan limbah PG Cukir.

Pabrik gula Cukir adalah peninggalan Belanda. Didirikan pada 1884, dan langsung membuat masyarakat sekitar seolah semut yang mengerubungi gula, yang pada gilirannya menjebak mereka menjadi hedonis.

Dalam web pribadinya (gusmus.net), Gus Mus (panggilan akrab KH. A. Mustafa Bisri) menulis bahwa PG Cukir jualah yang menginspirasi Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’arie mendirikan pondok pesantren yang kini bernama Tebuireng. Tujuannya antara lain demi mengangkat harkat dan martabat para buruh PG Cukir yang kala itu terkungkung kemiskinan akibat kapitalisme yang dipraktikkan Belanda.

Bisa disebut, Hadratussyaikh Hasyim Asy’arie telah menggelorakan semangat anti-kapitalisme, liberalisme, dan neo-liberalisme, sejak dini. Inilah cermin kemandirian bangsa yang sesungguhnya.

Ada cerita menarik seputar pabrik gula Cukir. Para santri Tebuireng pasti hafal cerita ini. Suatu ketika di masa Hadratussyaikh Kyai Hasyim Asyari masih hidup, cerobong asap pabrik gula Cukir mengepulkan asap dalam jumlah yang banyak sehingga mengganggu masyarakat sekitar, termasuk para santri Tebuireng kala itu.

Bukan hanya asap, ternyata cerobong itupun mengeluarkan semacam abu sisa bakaran tebu yang membumbung ke atas. Jika hinggap di kepala, tangan atau pipi, maka akan menyisakan bekas hitam seperti arang yang ringan. Jika jatuh di halaman atau pekarangan, otomatis akan membuat kotor.

Kejadian ini berlangsung lama dan membuat resah santri dan warga sekitar. Hingga akhirnya keresahan itu terdengar oleh Hadratussyaikh. Beliau juga prihatin. Akhirnya, suatu hari beliau berdiri di halaman ponpes Tebuireng. Mengarahkan pandangan ke cerobong asap pabrik gula Cukir, dan membuka udeng-udeng (sorban yang diikatkan di kepala) beliau, kemudian melemparkannya ke cerobong asap pabrik.

Jarak antara pekarangan ponpes Tebuireng ke cerobong asap sekitar seratus sampai seratus lima puluhan meter. Tetapi menurut cerita, udeng-udeng itu sampai di sana dan membuat mesin pabrik gula Cukir berhenti beroperasi dalam waktu yang lama. Alhasil santri dan warga pun tak lagi terganggu oleh asap ataupun debu.

Entah cerita ini fakta atau hanya mitos belaka, sedikitpun tidak mengurangi takzim saya kepada Hadratussyaikh. Beliau adalah sumber inspirasi semua santri.

Wangi tebu, air kali yang selalu berasap, debu sisa bakaran tebu, inilah di antara hal-hal yang tak banyak berubah dari Tebuireng dan lingkungan di sekitarnya. Hal-hal yang mungkin tidak akan pernah saya jumpai di tempat lain.

0 comments :

Post a Comment