Download Film, MP3, Sofware, Ebook, Gratis, Cerita Lucu,/h1>

SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA INI. BLOG INI TEMPAT CURHAT YANG KREATIF, IMAJINATIF, SEKALIGUS INOVATIF. FUNGSINYA BISA MACAM-MACAM. TERUTAMA SEKALI ADALAH SEBAGAI MEDIA UNTUK BELAJAR. BELAJAR MENULIS, BELAJAR UNTUK PEKA. PEKA PADA DIRI DAN SEKITAR KITA. PUNYA KRITIK DAN SARAN, SILAKAN KIRIM VIA EMAIL KE: banggaheriyanto@gmail.com

Wednesday 9 July 2014

Disandera Survei

Politik Indonesia hari ini sedang menjalani tradisi baru. Agak sedikit modern dan ilmiah lah. Para pelakunya mulai menerapkan sistematika logis guna mencapai kekuasaan, meskipun masih ada sebagian yang tetap memercayai dan mempraktikkan unsur-unsur klenik.

Tradisi baru itu adalah hadirnya sejumlah lembaga survei yang pada dasarnya melakukan dua hal pokok: memprediksi hasil pemilu melalui metode hitung cepat (quick qount), dan menakar kadar keterpilihan (elektabilitas) partai ataupun tokoh politik tertentu.

Jika dirunut ke belakang, sebetulnya kehadiran lembaga-lembaga survei semacam itu bukanlah hal yang baru-baru amat di negeri kita. Mengutip dari sinarharapan.co, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Jakarta, Gun Gun Heryanto menjelaskan bahwa ada tiga fase hadirnya lembaga survei di Indonesia.

Fase pertama di masa Orde Baru, masa di mana segala hal –termasuk informasi– masih bersifat sentralistik. Pada tahun 1968, Departemen Penerangan mendirikan Lembaga Pers dan Pendapat Umum Djakarta. Kerja lembaga ini adalah melakukan riset hasil pemilu 1971.

Fase kedua pasca-runtuhnya Orde Baru. Di fase ini sejumlah lembaga survei bermunculan dan melakukan riset secara mandiri seperti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), juga International Foundation for Election Systems (IFES).

Fase ketiga menjelang pemilu tahun 2004. Di masa ini lembaga survei semakin banyak bermunculan, di antaranya Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang oleh Susilo Bambang Yudhoyono disebut lembaga kredibel (Jawa Pos 28 Juli 2004).

Setelah melewati tiga fase itu, keberadaan lembaga survei makin ke sini makin signifikan. Malah, agak kebablasan menurut hemat saya. Kenapa kebablasan?

Pertama, para pelaku survei mulai melakukan berbagai macam modifikasi terkait hasil surveinya. Lantas, hasil survei itu banyak diburu oleh media massa untuk melegitimasi data; sebagai nara sumber pembanding, atau bahkan sebagai sumber referensi yang dianggap mampu membuat berita semakin “seksi”.

Kondisi seperti itu ibarat produsen dan distributor yang sedang mencari agen dan pasar, lalu tiba-tiba datanglah pembeli. Klop. Kemudian terjadilah transaksi.

Menjadi kebablasan ketika modifikasi hasil survei itu sudah tak lagi memotret fakta. Atau, survei dikerjakan dengan metodologi yang diarah-arahkan, bukan metodologi yang mengacu pada apa yang disepakati oleh Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) tentang etika dan metodologi baku.

AROPI dulu pernah mengajukan uji materi (judicial review) terhadap UU No. 10 Tahun 2008 tentang pileg yang salah satu pasalnya melarang pengumuman hasil hitung cepat pada hari pemungutan suara. Uji materi itu dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Lihatlah yang terjadi hari ini. Tiga jam setelah waktu pencoblosan pilpres ditutup, masing-masing kubu mendeklarasikan diri sebagai pemenang. Mereka berpedoman pada hasil hitung cepat beberapa lembaga survei. Angka-angka yang dipaparkan relatif sama, antara 52 dan 48 persen. Yang berbeda adalah ketika kita lihat angka itu di TVOne, maka angka 52% milik Prabowo-Hatta. Sementara, jika kita saksikan di Metro TV, angka 52% menjadi milik Jokowi-Kalla. Inilah kebablasan yang saya maksud. Bila sudah begini, pengumuman resmi real count KPU 22 Juli nanti terasa lama sekali.


Semoga dalam masa menunggu itu tidak terjadi gesekan-gesekan di akar rumput. Dan mereka para capres-cawapres beserta tim penggembiranya masing-masing punya waktu ekstra untuk kembali merenungi hakikat jabatan yang tak lebih dari sekadar amanah, sebuah hutang, sebuah janji yang harus ditepati. Bukan semata-mata sebuah posisi yang untuk meraihnya harus sikut kanan sikut kiri. Semoga kita semua tercerahkan. (BHY) 

0 comments :

Post a Comment