Download Film, MP3, Sofware, Ebook, Gratis, Cerita Lucu,/h1>

SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA INI. BLOG INI TEMPAT CURHAT YANG KREATIF, IMAJINATIF, SEKALIGUS INOVATIF. FUNGSINYA BISA MACAM-MACAM. TERUTAMA SEKALI ADALAH SEBAGAI MEDIA UNTUK BELAJAR. BELAJAR MENULIS, BELAJAR UNTUK PEKA. PEKA PADA DIRI DAN SEKITAR KITA. PUNYA KRITIK DAN SARAN, SILAKAN KIRIM VIA EMAIL KE: banggaheriyanto@gmail.com

Tuesday 15 April 2014

Koalisi Parpol

Tahun 2014 ini ada dua hajatan besar bangsa Indonesia. Yang pertama, 9 April ada pemilu anggota legislatif DPR, DPD, dan DPRD kota dan provinsi. Kedua, 9 Juli ada pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden.


Pemilu 9 April sudah lewat. Perolehan suara masing-masing partai politik juga sudah dapat ditebak, bahkan ketika proses menyoblos masih berlangsung. Ada banyak lembaga survei melakukan hitung cepat (quick count).

Ketika hasil sudah diketahui, strategi berikutnya adalah membangun koalisi. Kenapa koalisi diperlukan?

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menyebutkan, pasangan calon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wapres.

Karena tak ada satupun parpol yang memperoleh suara mayoritas, maka mereka harus berkoalisi dengan partai lain supaya dapat mengusung jagoannya maju di pilpres 9 Juli mendatang.

Nah, peta koalisi parpol itulah yang sekarang ramai dibicarakan. Skenario yang beredar, saat ini ada tiga poros utama koalisi yang masing-masing poros dipimpin oleh 3 besar parpol peraih suara terbanyak, yakni PDIP, Golkar, dan Gerindra. Ketiganya sudah punya "jago" untuk maju di pilpres.

PDIP sudah menyusuri peta itu. Kunjungan Jokowi ke Surya Paloh, Jusuf Kalla, dan Muhaimin Iskandar adalah hal yang menyiratkan demikian. Ia sedang menjajaki peluang koalisi sekaligus juga mencari figur cawapres ideal.

Sang mantan walikota Solo itu terlihat pede. Maklumlah, PDIP dan Jokowi hari ini adalah gula-gula politik yang sangat menggiurkan.

Apakah langkah Jokowi juga diikuti oleh Golkar dan Gerindra? Tampaknya belum. Golkar masih kurang pede dengan capresnya yang terbukti memble di survei elektabilitas.

"Lumpur" masih menjadi pemberat langkah ARB untuk melenggang ke Istana. Bahkan politisi senior Akbar Tanjung yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Golkar, sampai menyatakan dirinya siap menjadi cawapres di luar partai Golkar. Akbar kemudian dituding menggembosi partai beringin itu.

Untuk mengajak partai lain berkoalisi, "gula" Golkar tidak semanis PDIP. Partai tengah pun akan berpikir dua kali bila harus gabung dengan partai yang tokoh capresnya minim elektabilitas.

Berbeda dengan Golkar yang dilanda kisruh, Gerindra tampaknya sedang berhitung ekstra teliti. Masuk sebagai 3 besar pun sebetulnya sudah merupakan prestasi tersendiri buat partai berlambang garuda ini. Namun, skandal perjanjian Batu Tulis meninggalkan luka cukup dalam, maka setiap langkah harus matang diperhitungkan.

Nah, kunci sebenarnya ada di partai tengah yang perolehan suaranya di bawah 10 persen. Ada PPP, Hanura, Nasdem, PKS, PAN, PKB, dan Demokrat. Mampukah mereka memainkan peran dalam peta koalisi.

Ada PPP yang sejak sebelum pemilu telah merapat ke Gerindra. Ada PKB yang menawarkan cawapres Mahfud MD, Rhoma Irama, dam Jusuf Kalla ke PDIP juga Gerindra.

PAN bisa jadi kuda hitam dengan cawapres Hatta Rajasa. Yang paling nelangsa adalah Partai Demokrat dengan drama konvensi capresnya. Antiklimaks sudah menanti drama melankolis nan tragis itu.

Katakanlah nanti akan ada tiga pasangan capres-cawapres: (1) Jokowi-Jusuf Kalla, (2) Prabowo-Mahfud MD, dan (3) ARB-Pramono Edi, pemenangnya sudah dapat diterka.

Seperti masa SBY dulu, pemenang pilpres 2014 inipun akan dimenangkan oleh dia yang punya citra merakyat, sederhana, dan dikenal jujur. (Bhy)

0 comments :

Post a Comment